Rabu, 06 Mei 2015

APLIKASI KOMPUTER DI BIDANG PETERNAKAN


MAKALAH

BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN


“ KRIOPRESERVASI EMBRIO – OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO ”



 




OLEH :
IDHA RACHMADANY
1405104010032




PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2015


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat meyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil selama proses penulisan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah serta diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca guna mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sebagai manusia tentunya tidak terlepas dari kesalahan, begitu pula dalam penulisan makalah ini. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaikinya dalam penulisan selanjutnya.


   Banda Aceh, April 2015


Penulis


DAFTAR ISI

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pengembangan peternakan di Indonesia khususnya dalam rangka meningkatkan populasi ternak, untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perlu didukung oleh berbagai faktor. Beberapa teknologi reproduksi diaplikasikan untuk menigkatkan angka kebuntingan dan kelahiran anak.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) sudah banyak diaplikasikan oleh peternak di Indonesia. Demikian pula halnya dengan teknologi Transfer Embrio (TE) yang sudah mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1987. Inseminasi buatan dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah sel gamet jantan (spermatozoa) dari seekor pejantan unggul sehingga jumlah betina yang dapat dibuahi dapat ditingkatkan dan keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik. Sedangkan Transfer Embrio (TE) ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sel gamet baik dari induk jantan maupun induk betina terhadap proses produksi ternak, sehingga keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik dari kedua tetuanya.
Didalam penerapan TE, embrio yang akan ditransfer dapat dihasilkan baik secara in vivo maupun in vitro, sehingga tersedianya gamet, terutama sel telur (oosit) secara kesinambungan merupakan faktor utama yang hanya terus diupayakan. Supaya TE dapat berjalan lancar, maka diperlukan teknologi yang baik yang dapat menunjang keberhasilan dalam penerapan TE. Diantaranya adalah kriopreservasi baik pada spermatozoa, oosit maupun pada embrio yang berguna dalam penyimpanan sel gamet dan embrio sebelum dilakukan TE. Selain itu juga dapat dilakukan dengan fertilisasi in vitro.
Oosit beku akan memiliki nilai tambah jika setelah kriopreservasi masih menunjukkan keadaan morfologi maupun struktur organel yang normal. Keadaan ini sangat berkait erat dengan peranannya di dalam menunjang dan menjalankan aktivitas fungsi biologis oosit, yaitu sebagai sarana atau tempat berlangsungnya proses fertilisasi dan perkembangan embrio. Dengan demikian, kuantitas serta kualitas dari organel ataupun bahan-bahan lain yang terkandung di dalam sitoplasma oosit akan sangat menentukan keberhasilan proses fertilisasi dan perkembangan embrio selanjutnya. Perkembangan selanjutnya dapat dilakukan melalui fertilisasi in vitro.

B.     Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses kriopreservasi embrio dan oosit serta fertilisasi in vitro beserta tujuan dan manfaatnya bagi dunia peternakan.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Kriopreservasi

Pengertian Kriopreservasi
Kriopreservasi adalah suatu penyimpanan gamet dalam waktu lama yang dilakukan dalam bentuk beku pada suhu -1960C (dalam nitrogen cair) dalam media dengan penembahan krioprotektan. Pada saat tersebut sel dalam keadaan “ditidurkan”, sehingga metabolisme sel terhenti, tetapi masih mempunyai kemampuan hidup setelah sel tersebut “dibangunkan” kembali dengan mencairkan dan mengkultur pada kondisi tertentu secara optimum.
Kriopreservasi oosit merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah oosit sehingga dapat dipergunakan tanpa dibatasi oleh kendala waktu dan jarak. Teknik kriopreservasi oosit merupakan suatu cara untuk menyimpan sampel dalam bentuk beku dengan tujuan untuk  penyimpanan, pemeliharaan, menjamin, dan mempertahankan kelangsungan hidup sel. Dengan teknik kriopreservasi daya hidup (viabilitas) oosit dapat dipertahankan dengan cara mereduksi fungsi-fungsi dan aktivitas metabolik tanpa terjadinya kerusakan membran maupun organel sel sehingga fungsi biologis, fisiologis, dan imunologis tetap ada.
Kemampuan untuk melakukan kriopreservasi oosit mamalia akan memperpanjang daya tahan oosit dan secara efektif akan meningkatkan penerapan dan peranan TE dengan kemampuan daya guna teknologi biologi reproduksi secara luas, antara lain kloning dan rekayasa embrio
Tujuan Kriopreservasi
Melalui kriopreservasi, oosit dari hewan ternak, hewan laboratorium, maupun hewan liar dapat disimpan dalam keadaan beku tanpa batas waktu untuk aplikasi komersial ataupun penelitian dikemudian hari. Oosit betina yang bermutu genetik tinggi, termasuk spesies yang hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina telah kehilangan fungsi fertilisasi secara normal atau bahkan telah mati, karenanya penyediaan oosit yang diperoleh dari hewan bermutu genetik tinggi atau memiliki nilai ekonomi dapat ditingkatkan dan dilakukan setiap saat setelah hewan dipotong atau mati mendadak.
Manfaat Kriopreservasi
a.       Dapat mempermudah pengaturan waktu dalam program produksi embrio in vitro berikut transfer embrio serta teknik konsepsi terkait lainnya.
b.      Secara umum merupakan upaya penyimpanan dan pemeliharaan plasma nutfah.
c.       Plasma nutfah dari betina yang bernilai mutu genetik atau ekonomi tinggi dan spesies-spesies langka yang dilindungi dapat terselamatkan setelah hewan betina dipotong atau bahkan mati.
Prinsip Dasar Kriopreservasi
Prinsip terpenting dari kriopreservasi adalah pengeluaran sebagian besar air intraseluler dari sel-sel sebelum membeku sehingga mencegah pembentukan kristal-kristal es selama proses pembekuan.
Krioprotektan
Krioprotektan digunakan untuk menghindari terbentuknya kristal-kristal es besar yang dapat merusak sel dan mencegah keluarnya air terlalu banyak yang dapat merusak sel (sel-sel retak karena kekeringan). Fungsi krioprotektan adalah untuk meminimalkan terjadinya kerusakan pada oosit ternak selama pembekuan, baik berupa efek larutan maupun efek pembentukan kristal-kristal es sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan. Dikenal dua golongan krioprotektan yakni krioprotektan ekstraseluler dan intraseluler. Krioprotektan ekstraseluler  bekerja dengan cara “membungkus” membran plasma sel seperti polivinil pirolidon (PVP), guladengan molekul besar sukrosa dan raffinosa, protein dan lipoprotein, kuning telur, serum darah dan susu. Sedangkan krioprotektan intraseluler dapat memasuki sel, sehingga dapat melindungi sel dari dalam dengan cara menyeimbangkan osmolaritas intra dan ekstra sel serta memodifikasi struktur permukaan kristal-kristal es sehingga tidak terlalu tajam seperti gliserol, dimethylsulfoxide (DMSO), etilen glikol dan 1,2 propanadiol.

Metode kriopreservasi Oosita
a.       Metode pembekuan (freezing)
Metode pembekuan meliputi pembekuan lambat dan cepat (slow and rapid/ ultrarapid freezing). Pada metode ini terdapat pemadatan cairan yang terjadi melalui pembentukan kristal es. Angka pendinginan lebih cepat dapat menurunkan toksisitas krioprotektan dan juga menguragi lamanya waktu oosit yang terbuka pada temperatur yang lebih sensitif.
b.      Metode vitrifikasi
Vitrifikasi merupakan sebuah metode pembekuan melalui proses pemadatan larutan tanpa pembentukan kristal es sebagai akibat peningkatan viskositas dan penurunan suhu yang sangat cepat. Pada metode vitrifikasi ini, material yang akan dibekukan ditempatkan dalam media hiperosmolaritas atau krioprotektan berkonsentrasi tinggi. Setelah itu material langsung dicelupkan ke dalam nitrogen cair sehingga larutanyang beku ini seolah-olah menjadi seperti kaca yang disebut vitreus, serta memiliki distribusi molekuler dan ionik dalam keadaan cair. Dengan demikian, efek merusak dari kristal es ekstra dan intraseluler dapat diminimumkan. Kelebihan yang lainnya adalah metode ini sederhana, murah, mudah, dan tidak membutuhkan alat penurun suhu khusus (hanya kontainer nitrogen cair). Kelemahan metode vitrifikasi adalah untuk meminimumkan terbentuknya kristales dibutuhkan krioprotektan konsentrasi tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan tingginya tekanan osmotik serta toksisitas krioprotektan terhadap oosit sehingga diperlukan perlakuan ekstra untuk menurunkan tekanan osmotik dan toksisitas.
Kerusakan yang terjadi pada oosit yang mengalami kriopreservasi sangat variatif tergantung pada dua faktor utama yaitu karakteristik oosit dan metode yang dipergunakan.

B.     Fertilisasi In Vitro

            Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak dapat dilakukan dengan fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar tubuh.
            Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam jumlah banyak untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Kaiin et al., 2008).
In Vitro Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya proses fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh. Menurut Supri Ondho (1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi serangkaian kegiatan berupa mengumpulkan ovarium, koleksi oosit, kapasitasi spermatozoa, pembuahan dan perkembangan embrio.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :
a.       Pengumpulan ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan ovarium dilaksanakan dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong. Setelah ovarium didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9% dan di bawa ke laboratorium.
b.      .Koleksi Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu aspirasi (menghisap), sayatan dan injeksi medium.
c.       Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
d.      Pembekuan Embrio
e.       Program Transfer Embrio
a.      Metode Koleksi Oosit
Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan koleksi oosit :
1.      Aspirasi
ü  Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%.
ü  Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5 ºC.
ü  Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran yang masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
ü  Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan jarum suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml tersebut.
ü  Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang membentuk vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum ditusukkan melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk menghindari terlepasnya oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan folikel yang tipis.
ü  Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya cairan aspirasi yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam petridish 35 mm yang telah dipersiapkan.
ü  Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dicatat.
ü  Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl Fisiologis 0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk menunggu proses selanjutnya.

2.      Teknik sayatan.
Ø  Ovarium disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam cawan petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium tadi.
Ø  Dengan menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh kedalam cawan petri lainnya.
Ø  Dihitung jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
Ø  Oosit yang dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl fisiologis 0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.

3.      Teknik injeksi medium.
Ø  Ovarium dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
Ø  Isi disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g, kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.
Ø  Cairan medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam petridish.
Ø  Hitung dan amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
Ø  Oosit yang didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium NaCl fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.

b.      Klasifikasi Oosit
Berikut ini merupakan klasifikasi oosit yang didasarkan atas Cumullus Oophorus yang dapat dijadikan sebagai parameter kualitas oosit :
·         Kualitas A, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus kompak.
·         Kualitas B, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus sebagian.
·         Kualitas C, adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus Oophorus.
·         Maturasi oosit dapat dilakukan pada oosit yang mempunyai kualitas A dan B.

c.       Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur In Vitro
·         Oosit yang terkoleksi dan mempunyai kualitas sangat baik dan baik (A dan B) kemudian dicuci dalam media maturasi.
·         TCM 199 (GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum (FCS, GIBCOTM) dan ditambahkan hormon E2 (1μg/ ml), hCG (10μg/ml) dan FSH (10μg/ml). Oosit tersebut dimasukkan ke dalam 50 μl spot media maturasi yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38 °C dan dikultur selama 22-24 jam (Margawati et al., 2000).
·         Sebelum dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y sapi PO yang telah dipisahkan dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et al., 2003) di-thawing dan masing-masing diperiksa motilitasnya. Motilitas sperma ≥ 40% digunakan untuk memfertilisasi oosit secara in vitro. Sperma X atau Y yang telah di-thawing kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, ditambah media semen washing solution (SWS) yang terdiri atas media Brackett Oliphant (BO) yang mengandung kafein dan heparin, kemudian sperma disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit pada temperatur 27°C. Supernatan dibuang, kemudian endapan sperma (0,5 ml) ditambah dengan media semen dilution solution (SDS, yang terdiri atas media BO dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi 1 x 106 / ml. Spot berisi 100 μl SDS berisi sperma X atau Y dibuat di dalam cawan petri, kemudian ditutup dengan mineral oil dan diinkubasi untuk kapasitasi sperma selama 1 jam. Setelah itu dilakukan pencucian oosit yang telah dimaturasi dengan menggunakan media oocyte washing solution (OWS, yang terdiri atas media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit yang telah dicuci kemudian ditempatkan ke dalam spot SDS + sperma (10 oosit/ spot) dan dikultur selama 6-7 jam dalam inkubator CO2 (Kaiin et al., 2004).
·         Oosit yang difertilisasi kemudian dicuci dengan media kultur CR1aa + 5% FCS sambil dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan pipet. Zigot kemudian dimasukkan ke dalam spot media kultur yang kemudian dimasukkan ke dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38°C. Pengamatan perkembangan embrio dari tahap 2 sel sampai morula/blastosis dilakukan setiap 24 jam selama 6-7 hari (Margawati et al., 2000; Kaiin et al., 2004).

d.      Pembekuan Embrio
·         Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian dicuci dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke dalam media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10 menit. Embrio dan gliserol dalam volume sesedikit mungkin kemudian dimasukkan ke dalam straw bersama dengan kolom-kolom media berisi sukrosa yang berfungsi sebagai media pencuci gliserol pada saat thawing. Setelah itu, straw yang berisi embrio tersebut dibekukan dengan menggunakan mesin programmable freezer ET-1 (FHK) dengan penurunan temperatur secara bertahap 1oC/menit. Selanjutnya pada saat mencapai temperatur - 30oC, straw dimasukkan dan disimpan dalam tangki nitrogen cair (temperatur -196oC).

e.       Program Transfer Embrio
·         Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan dengan memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan kondisi reproduksi yang memenuhi  syarat digunakan sebagai ternak resipien.
·         Setelah itu sapi diprogram dan disinkronisasi berahinya dengan penyuntikan PGF2α (Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/ ekor secara intra muskular. Transfer embrio menggunakan embrio beku hasil FIV dengan sperma hasil pemisahan dilakukan pada hari ke 6 setelah berahi pada induk resipien sapi Bali di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan resipien sapi FH di kandang ternak Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio beku di-thawing dalam air hangat 37° C kemudian langsung ditransfer ke induk resipien dengan menggunakan gun transfer.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari makalah ini dapat disimpulkan:
a.       Kriopreservasi
·         Kriopreservasi adalah suatu penyimpanan gamet dalam waktu lama yang dilakukandalam bentuk beku pada suhu -196 0C (dalam nitrogen cair) dalam media denga penembahan krioprotektan.
·         Dengan kriopreservasi, oosit betina yang bermutu genetik tinggi, termasuk spesies yang hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina telah kehilangan fungsiifertilisasi secara normal atau bahkan telah mati.
·         Prinsip terpenting dari kriopreservasi adalah pengeluaran sebagian besar air intraseluler dari sel-sel sebelum membeku.
·         Fungsi krioprotektan adalah untuk meminimalkan terjadinya kerusakan pada oositternak selama pembekuan, baik berupa efek larutan maupun efek pembentukankristal-kristal es sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan.
·         Ada dua metode vitrifikasi, yaitu pembekuan (slow, rapid maupun ultra rapidfreezing) dan metode vitrifikasi.
·         Proses kriopreservasi meliputi, persiapan oosit, maturasi oosit, pemaparan krioprotektan, pembekuan, penyimpanan, thawing dan pencucian.

b.      Fertilisasi In Vitro
·         Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1978). Merupakan suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul melalui suatu teknik pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar tubuh.
·         Proses Fertilisasi In Vitro
Sel telur yang belum matang (oosit) diambil dari ternak hidup atau ovarium berasal dari ternak betina yang baru dipotong. Oosit tersebut kemudian dimatangkan dan dibuahi di laboratorium, dan dikultur sampai pada tahap tertentu dan selanjutnya ditransfer ke ternak resipien atau dibekukan untuk ditansfer kemudian. Proses ini dikenal sebagai pematangan in vitro atau fertilisasi buatan atau dikenal sebagai IVM / IVF (In Vitro Maturation/ In Vitro Fertilization).
·         Teknik fertilisasi in vitro yang telah dikenal yaitu:
ü  Aspirasi
ü  Teknik sayatan.
ü  Teknik injeksi medium.

 

B.     Saran

Pembuatan makalah ini masih memiliki kekurangan; pendapat dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA


Anonymous. 2010. Kajian Biologis Dan Morfologis Oosit Domba Setelah Kriopreservasi Dengan Metode Vitrifikasi.
Anonymous. 2010.Faktor-Faktor Yang Dapat Merusak Pembawa Materi Genetik Ternak Selam Penyimpanannya Dengan Teknik Kriopreservasi. Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Selatan.
Mohamad, Kusdiantoro dkk. 2005.Vitrifikasi Ovarium Mencit Menggunakan Etilen Glikol Dan Dmso Sebagai Krioprotektan Dan Viabilitasnya Pasca Autotranplantasi Di Subkapsula Ginjal.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Nursyam. 2008. Perkembangan Iptek Di Bidang Reproduksi Ternak Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Fakultas Pertanian Unlam. Banjarbaru.
 Rimayanti. 2005.Pengaruh Proses Vitrifikasi Dengan Krioprotektan Etilen Glikol Terhadap Daya Hidup Iisit Sapi.Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University. Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar