MAKALAH
BIOTEKNOLOGI
PETERNAKAN
“
KRIOPRESERVASI EMBRIO – OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO ”
OLEH :
IDHA
RACHMADANY
1405104010032
PROGRAM
STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat
meyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penulisan makalah ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara
moril maupun materil selama proses penulisan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah serta diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca guna
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sebagai manusia tentunya tidak
terlepas dari kesalahan, begitu pula dalam penulisan makalah ini. Sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
memperbaikinya dalam penulisan selanjutnya.
Banda Aceh, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan peternakan di Indonesia
khususnya dalam rangka meningkatkan populasi ternak, untuk mencukupi kebutuhan
konsumsi dalam negeri, perlu didukung oleh berbagai faktor. Beberapa teknologi
reproduksi diaplikasikan untuk menigkatkan angka kebuntingan dan kelahiran
anak.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB)
sudah banyak diaplikasikan oleh peternak di Indonesia. Demikian pula halnya
dengan teknologi Transfer Embrio (TE) yang sudah mulai diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1987. Inseminasi buatan dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan nilai tambah sel gamet jantan (spermatozoa) dari seekor pejantan
unggul sehingga jumlah betina yang dapat dibuahi dapat ditingkatkan dan
keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik. Sedangkan
Transfer Embrio (TE) ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sel gamet
baik dari induk jantan maupun induk betina terhadap proses produksi ternak,
sehingga keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik
dari kedua tetuanya.
Didalam penerapan TE, embrio yang
akan ditransfer dapat dihasilkan baik secara in vivo maupun in vitro, sehingga
tersedianya gamet, terutama sel telur (oosit) secara kesinambungan merupakan
faktor utama yang hanya terus diupayakan. Supaya TE dapat berjalan lancar, maka
diperlukan teknologi yang baik yang dapat menunjang keberhasilan dalam
penerapan TE. Diantaranya adalah kriopreservasi baik pada spermatozoa, oosit
maupun pada embrio yang berguna dalam penyimpanan sel gamet dan embrio sebelum
dilakukan TE. Selain itu juga dapat dilakukan dengan fertilisasi in vitro.
Oosit beku akan memiliki nilai
tambah jika setelah kriopreservasi masih menunjukkan keadaan morfologi maupun
struktur organel yang normal. Keadaan ini sangat berkait erat dengan peranannya
di dalam menunjang dan menjalankan aktivitas fungsi biologis oosit, yaitu
sebagai sarana atau tempat berlangsungnya proses fertilisasi dan perkembangan
embrio. Dengan demikian, kuantitas serta kualitas dari organel ataupun
bahan-bahan lain yang terkandung di dalam sitoplasma oosit akan sangat
menentukan keberhasilan proses fertilisasi dan perkembangan embrio selanjutnya.
Perkembangan selanjutnya dapat dilakukan melalui fertilisasi in vitro.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui proses kriopreservasi embrio dan oosit serta
fertilisasi in vitro beserta tujuan dan manfaatnya bagi dunia peternakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kriopreservasi
Pengertian
Kriopreservasi
Kriopreservasi adalah suatu
penyimpanan gamet dalam waktu lama yang dilakukan dalam bentuk beku pada suhu
-1960C (dalam nitrogen cair) dalam media dengan penembahan
krioprotektan. Pada saat tersebut sel dalam keadaan “ditidurkan”, sehingga
metabolisme sel terhenti, tetapi masih mempunyai kemampuan hidup setelah sel
tersebut “dibangunkan” kembali dengan mencairkan dan mengkultur pada kondisi
tertentu secara optimum.
Kriopreservasi oosit merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan nilai tambah oosit sehingga dapat dipergunakan
tanpa dibatasi oleh kendala waktu dan jarak. Teknik kriopreservasi oosit
merupakan suatu cara untuk menyimpan sampel dalam bentuk beku dengan tujuan
untuk penyimpanan, pemeliharaan,
menjamin, dan mempertahankan kelangsungan hidup sel. Dengan teknik
kriopreservasi daya hidup (viabilitas) oosit dapat dipertahankan dengan cara
mereduksi fungsi-fungsi dan aktivitas metabolik tanpa terjadinya kerusakan
membran maupun organel sel sehingga fungsi biologis, fisiologis, dan imunologis
tetap ada.
Kemampuan untuk melakukan
kriopreservasi oosit mamalia akan memperpanjang daya tahan oosit dan secara
efektif akan meningkatkan penerapan dan peranan TE dengan kemampuan daya guna
teknologi biologi reproduksi secara luas, antara lain kloning dan rekayasa
embrio
Tujuan
Kriopreservasi
Melalui kriopreservasi, oosit dari
hewan ternak, hewan laboratorium, maupun hewan liar dapat disimpan dalam
keadaan beku tanpa batas waktu untuk aplikasi komersial ataupun penelitian
dikemudian hari. Oosit betina yang bermutu genetik tinggi, termasuk spesies
yang hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina telah kehilangan
fungsi fertilisasi secara normal atau bahkan telah mati, karenanya penyediaan
oosit yang diperoleh dari hewan bermutu genetik tinggi atau memiliki nilai
ekonomi dapat ditingkatkan dan dilakukan setiap saat setelah hewan dipotong
atau mati mendadak.
Manfaat
Kriopreservasi
a.
Dapat
mempermudah pengaturan waktu dalam program produksi embrio in vitro berikut
transfer embrio serta teknik konsepsi terkait lainnya.
b. Secara umum
merupakan upaya penyimpanan dan pemeliharaan plasma nutfah.
c.
Plasma
nutfah dari betina yang bernilai mutu genetik atau ekonomi tinggi dan
spesies-spesies langka yang dilindungi dapat terselamatkan setelah hewan betina
dipotong atau bahkan mati.
Prinsip
Dasar Kriopreservasi
Prinsip terpenting dari
kriopreservasi adalah pengeluaran sebagian besar air intraseluler dari sel-sel
sebelum membeku sehingga mencegah pembentukan kristal-kristal es selama proses
pembekuan.
Krioprotektan
Krioprotektan digunakan untuk menghindari
terbentuknya kristal-kristal es besar yang dapat merusak sel dan mencegah
keluarnya air terlalu banyak yang dapat merusak sel (sel-sel retak karena
kekeringan). Fungsi krioprotektan adalah untuk meminimalkan terjadinya
kerusakan pada oosit ternak selama pembekuan, baik berupa efek larutan maupun
efek pembentukan kristal-kristal es sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan.
Dikenal dua golongan krioprotektan yakni krioprotektan ekstraseluler dan
intraseluler. Krioprotektan ekstraseluler
bekerja dengan cara “membungkus” membran plasma sel seperti polivinil
pirolidon (PVP), guladengan molekul besar sukrosa dan raffinosa, protein dan
lipoprotein, kuning telur, serum darah dan susu. Sedangkan krioprotektan
intraseluler dapat memasuki sel, sehingga dapat melindungi sel dari dalam
dengan cara menyeimbangkan osmolaritas intra dan ekstra sel serta memodifikasi
struktur permukaan kristal-kristal es sehingga tidak terlalu tajam seperti
gliserol, dimethylsulfoxide (DMSO), etilen glikol dan 1,2 propanadiol.
Metode
kriopreservasi Oosita
a.
Metode
pembekuan (freezing)
Metode pembekuan meliputi pembekuan
lambat dan cepat (slow and rapid/ ultrarapid freezing). Pada metode ini
terdapat pemadatan cairan yang terjadi melalui pembentukan kristal es. Angka
pendinginan lebih cepat dapat menurunkan toksisitas krioprotektan dan juga
menguragi lamanya waktu oosit yang terbuka pada temperatur yang lebih sensitif.
b. Metode
vitrifikasi
Vitrifikasi merupakan sebuah metode
pembekuan melalui proses pemadatan larutan tanpa pembentukan kristal es sebagai
akibat peningkatan viskositas dan penurunan suhu yang sangat cepat. Pada metode
vitrifikasi ini, material yang akan dibekukan ditempatkan dalam media
hiperosmolaritas atau krioprotektan berkonsentrasi tinggi. Setelah itu material
langsung dicelupkan ke dalam nitrogen cair sehingga larutanyang beku ini
seolah-olah menjadi seperti kaca yang disebut vitreus, serta memiliki
distribusi molekuler dan ionik dalam keadaan cair. Dengan demikian, efek
merusak dari kristal es ekstra dan intraseluler dapat diminimumkan. Kelebihan
yang lainnya adalah metode ini sederhana, murah, mudah, dan tidak membutuhkan
alat penurun suhu khusus (hanya kontainer nitrogen cair). Kelemahan metode
vitrifikasi adalah untuk meminimumkan terbentuknya kristales dibutuhkan
krioprotektan konsentrasi tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan tingginya tekanan
osmotik serta toksisitas krioprotektan terhadap oosit sehingga diperlukan
perlakuan ekstra untuk menurunkan tekanan osmotik dan toksisitas.
Kerusakan yang terjadi pada oosit
yang mengalami kriopreservasi sangat variatif tergantung pada dua faktor utama
yaitu karakteristik oosit dan metode yang dipergunakan.
B. Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi
In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan
suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak
dapat dilakukan dengan fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik
pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar tubuh.
Teknologi
fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan
salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong
di Rumah Potong Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam
jumlah massal untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh
ternak dalam jumlah banyak untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia
(Kaiin et al., 2008).
In Vitro
Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya
proses fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh.
Menurut Supri Ondho (1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi
serangkaian kegiatan berupa mengumpulkan ovarium, koleksi oosit, kapasitasi
spermatozoa, pembuahan dan perkembangan embrio.
Berikut ini
adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :
a.
Pengumpulan
ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan ovarium dilaksanakan
dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong. Setelah ovarium
didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9% dan di bawa ke
laboratorium.
b.
.Koleksi
Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu
aspirasi (menghisap), sayatan dan injeksi medium.
c.
Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
d.
Pembekuan Embrio
e.
Program Transfer Embrio
a.
Metode
Koleksi Oosit
Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan koleksi
oosit :
1.
Aspirasi
ü Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan
menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%.
ü Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5
ºC.
ü Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran
yang masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
ü Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan
jarum suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml
tersebut.
ü Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang
membentuk vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum
ditusukkan melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk
menghindari terlepasnya oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan
folikel yang tipis.
ü Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya
cairan aspirasi yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam
petridish 35 mm yang telah dipersiapkan.
ü Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium
dicatat.
ü Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl
Fisiologis 0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk
menunggu proses selanjutnya.
2.
Teknik sayatan.
Ø Ovarium
disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam cawan
petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop
pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium
tadi.
Ø Dengan
menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh kedalam
cawan petri lainnya.
Ø Dihitung
jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan dari
setiap ovarium dengan cara ini.
Ø Oosit yang
dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl fisiologis
0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.
3.
Teknik injeksi medium.
Ø Ovarium
dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
Ø Isi
disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat
merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g,
kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.
Ø Cairan
medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam petridish.
Ø Hitung dan
amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang dibutuhkan
dari setiap ovarium dengan cara ini.
Ø Oosit yang
didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium NaCl
fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.
b.
Klasifikasi
Oosit
Berikut ini
merupakan klasifikasi oosit yang didasarkan atas Cumullus Oophorus yang
dapat dijadikan sebagai parameter kualitas oosit :
·
Kualitas A,
adalah oosit dengan Cumullus Oophorus kompak.
·
Kualitas B,
adalah oosit dengan Cumullus Oophorus sebagian.
·
Kualitas C,
adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus Oophorus.
·
Maturasi
oosit dapat dilakukan pada oosit yang mempunyai
kualitas A dan B.
c.
Maturasi
Oosit, Fertilisasi, Kultur In Vitro
·
Oosit yang terkoleksi
dan mempunyai kualitas sangat baik dan baik (A dan B) kemudian dicuci dalam
media maturasi.
·
TCM 199
(GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum (FCS, GIBCOTM) dan ditambahkan hormon
E2 (1μg/ ml), hCG (10μg/ml) dan FSH (10μg/ml). Oosit tersebut dimasukkan ke
dalam 50 μl spot media maturasi yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam
inkubator CO2 5%, temperatur 38 °C dan dikultur selama 22-24 jam (Margawati et
al., 2000).
·
Sebelum
dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y sapi PO yang telah dipisahkan
dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et al., 2003) di-thawing dan
masing-masing diperiksa motilitasnya. Motilitas sperma ≥ 40% digunakan untuk
memfertilisasi oosit secara in vitro. Sperma X atau Y yang telah di-thawing
kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, ditambah media semen
washing solution (SWS) yang terdiri atas media Brackett Oliphant (BO) yang
mengandung kafein dan heparin, kemudian sperma disentrifugasi dengan kecepatan
1800 rpm selama 5 menit pada temperatur 27°C. Supernatan dibuang, kemudian
endapan sperma (0,5 ml) ditambah dengan media semen dilution solution (SDS,
yang terdiri atas media BO dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi 1 x 106 / ml.
Spot berisi 100 μl SDS berisi sperma X atau Y dibuat di dalam cawan
petri, kemudian ditutup dengan mineral oil dan diinkubasi untuk
kapasitasi sperma selama 1 jam. Setelah itu dilakukan pencucian oosit yang
telah dimaturasi dengan menggunakan media oocyte washing solution (OWS,
yang terdiri atas media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit yang telah dicuci kemudian
ditempatkan ke dalam spot SDS + sperma (10 oosit/ spot) dan dikultur selama 6-7
jam dalam inkubator CO2 (Kaiin et al., 2004).
·
Oosit yang
difertilisasi kemudian dicuci dengan media kultur CR1aa + 5% FCS sambil
dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan pipet. Zigot kemudian
dimasukkan ke dalam spot media kultur yang kemudian dimasukkan ke dalam
inkubator CO2 5%, temperatur 38°C. Pengamatan perkembangan embrio dari tahap 2
sel sampai morula/blastosis dilakukan setiap 24 jam selama 6-7 hari (Margawati et
al., 2000; Kaiin et al., 2004).
d.
Pembekuan
Embrio
·
Embrio yang
mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian dicuci dalam
media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke dalam
media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10
menit. Embrio dan gliserol dalam volume sesedikit mungkin kemudian dimasukkan
ke dalam straw bersama dengan kolom-kolom media berisi sukrosa yang berfungsi
sebagai media pencuci gliserol pada saat thawing. Setelah itu, straw yang
berisi embrio tersebut dibekukan dengan menggunakan mesin programmable freezer
ET-1 (FHK) dengan penurunan temperatur secara bertahap 1oC/menit.
Selanjutnya pada saat mencapai temperatur - 30oC, straw dimasukkan
dan disimpan dalam tangki nitrogen cair (temperatur -196oC).
e.
Program
Transfer Embrio
·
Seleksi
induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan dengan
memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan kondisi reproduksi yang
memenuhi syarat digunakan sebagai ternak resipien.
·
Setelah itu
sapi diprogram dan disinkronisasi berahinya dengan penyuntikan PGF2α
(Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/ ekor secara intra muskular. Transfer
embrio menggunakan embrio beku hasil FIV dengan sperma hasil pemisahan
dilakukan pada hari ke 6 setelah berahi pada induk resipien sapi Bali di
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan resipien sapi FH di kandang ternak
Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio beku di-thawing dalam air
hangat 37° C kemudian langsung ditransfer ke induk resipien dengan menggunakan
gun transfer.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan:
a.
Kriopreservasi
·
Kriopreservasi
adalah suatu penyimpanan gamet dalam waktu lama yang dilakukandalam bentuk beku
pada suhu -196 0C (dalam nitrogen cair) dalam media denga penembahan
krioprotektan.
·
Dengan
kriopreservasi, oosit betina yang bermutu genetik tinggi, termasuk spesies yang
hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina telah kehilangan
fungsiifertilisasi secara normal atau bahkan telah mati.
·
Prinsip
terpenting dari kriopreservasi adalah pengeluaran sebagian besar air
intraseluler dari sel-sel sebelum membeku.
·
Fungsi
krioprotektan adalah untuk meminimalkan terjadinya kerusakan pada oositternak
selama pembekuan, baik berupa efek larutan maupun efek pembentukankristal-kristal
es sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan.
·
Ada dua
metode vitrifikasi, yaitu pembekuan (slow, rapid maupun ultra rapidfreezing)
dan metode vitrifikasi.
·
Proses
kriopreservasi meliputi, persiapan oosit, maturasi oosit, pemaparan
krioprotektan, pembekuan, penyimpanan, thawing dan pencucian.
b. Fertilisasi
In Vitro
·
Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe
dan R.G Edwards (1978). Merupakan suatu upaya peningkatan produksi didalam
menyelamatkan bibit unggul melalui suatu teknik pembuahan dimana sel ovum
dibuahi diluar tubuh.
·
Proses
Fertilisasi In Vitro
Sel telur
yang belum matang (oosit)
diambil dari ternak hidup atau ovarium berasal dari ternak betina yang baru
dipotong. Oosit tersebut
kemudian dimatangkan dan dibuahi di laboratorium, dan dikultur sampai pada
tahap tertentu dan selanjutnya ditransfer ke ternak resipien atau dibekukan
untuk ditansfer kemudian. Proses ini dikenal sebagai pematangan in vitro atau fertilisasi buatan atau dikenal sebagai IVM / IVF (In Vitro Maturation/ In Vitro Fertilization).
·
Teknik
fertilisasi in vitro yang telah dikenal yaitu:
ü Aspirasi
ü Teknik
sayatan.
ü Teknik
injeksi medium.
B. Saran
Pembuatan makalah ini masih memiliki
kekurangan; pendapat dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2010. Kajian Biologis Dan
Morfologis Oosit Domba Setelah Kriopreservasi Dengan Metode Vitrifikasi.
Anonymous. 2010.Faktor-Faktor Yang
Dapat Merusak Pembawa Materi Genetik Ternak Selam Penyimpanannya Dengan Teknik
Kriopreservasi. Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi
Selatan.
Mohamad, Kusdiantoro dkk. 2005.Vitrifikasi Ovarium Mencit Menggunakan Etilen Glikol Dan Dmso Sebagai Krioprotektan
Dan Viabilitasnya Pasca Autotranplantasi Di Subkapsula Ginjal.Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Nursyam. 2008. Perkembangan Iptek Di
Bidang Reproduksi Ternak Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Fakultas
Pertanian Unlam. Banjarbaru.
Rimayanti. 2005.Pengaruh Proses Vitrifikasi Dengan Krioprotektan Etilen Glikol Terhadap
Daya Hidup Iisit Sapi.Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University.
Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar