Rabu, 20 Mei 2015

CERPEN - WANITA HUJAN

Wanita Hujan
By : Idha Rachmadany

            “Tik..Tik..Tik..” tetesan air hujan jatuh ke tangan seorang gadis 18 tahun itu, seakan mengembalikan memorinya tentang kejadian setahun silam.
***
            “ Hai Rara, Ngapain kamu? “ Ujar Nanda heran.
            “ Aku suka hujan Nda” jawabnya dengan tersenyum lalu meninggalkan Nanda dengan rasa penasarannya.

             Setiap kali hujan ,Rara selalu berdiri di koridor sekolah, menutup mata dan menjulurkan tangannya kearah datangnya hujan. Membiarkan tetesan hujan itu jatuh lembut di telapak tangannya. Baginya, hal ini membuatnya nyaman.

            “Tettt...Tett..Tett..” bel keluar tanda istirahat pun berdering. Seluruh siswa-siswi berbondong-bondong  keluar untuk shalat dan makan. Tak terkecuali Rara, gadis dengan sejuta rahasia ini seperti biasa selalu menunjukkan aura ceria di depan teman-temannya.

            “ Ehhh, shalat yuk”  ajak Rara.
            “ Yuukkk.. Yukk Tunggu..tunggu “ 

            Seperti biasa,setelah shalat dan makan. Rara berdiri di koridor sekolah, menatap kearah depan memerhatikan seluruh kegiatan kota di siang hari. Siang ini adalah awal perasaannya.

            “ Hai Rara “ sapa Rian .

            Rara hanya tersenyum ke arah Rian, tanpa disadari senyuman itu membuat hubungan antara Rara dan Rian menjadi berbeda. Dari awal yang gila berubah menjadi hubungan yang waras.

            “ Aku sayang kamu Ra, aku serius. Kamu mau jadi pacar aku? “ 

            Kalimat yang menghentikan goresan pena diatas kertasnya. Perasaan bingung,  ragu dan tak percaya menyelimuti hatinya.

            “ Aku juga sayang kamu Ri,tapi bagaimana dengan hubungan kamu dan dia? Orang yang dulu sangat kamu sayang. “ Fikir Rara.
            “ Hei Ra, kok bengong? “ ujar Nanda sambil menepuk bahu Rara. 

            Rara pun menceritakan semua hal yang menjadi ganjalannya kepada Nanda. Seakan tahu pasti tentang Rian, Nanda pun meyakinkan Rara untuk menerima Rian. Akhirnya , pesan singkat itu pun kembali dikirimkan Rara. Pesan yang berisikan pernyataan sayangnya kepada Rian juga.

            “ Aku sayang kamu Ra, aku akan jaga kepercayaan dan akan berusaha jadi semestinya buat kamu dan kita. Terimakasih Ra. Aku sayang kamu “
            “ Aku juga sayang kamu Rian”

            Perjalanan cinta yang berawal manis semanis coklat ini membuat keduanya terasa nyaman. Namun ada hal yang membuat Rara terus-terusan menahan perih yang disimpannya sendiri. Rian memang tidak mengatakan apapun, Tapi Rara,orang yang sangat menyayanginya ini tahu apa yang Rian lakukan untuknya. Hanya tersenyum saat mengetahui semuanya, berharap akan baik-baik saja. 

            “ Ra, ada yang mau aku bilang sama kamu “ ujar Rian serius.
            “ Iya, bilang aja. Kamu mau bicara apa?”
            “ Dia datang lagi, aku nggak tau kalau ini akan terjadi. Dia butuh aku Ra, aku nggak ingin dia terluka karena tahu kalau aku dan kamu ada hubungan. Aku nggak ingin nyakitin kamu. Tapi aku bingung,aku harap kamu bisa ngerti Ra. “

            Bagaikan petir,kata-kata itu sungguh mengejutkan Rara,ia tahu ini akan terjadi. Tapi sungguh ia tidak menyangka bahwa harus di malam itu. Malam dimana ia ingin mengatakan kepada Rian bahwa dia juga membutuhkannya. Namun , seperti biasa Rara selalu menghadapinya dengan positif. Ia hanya bisa menerima semuanya dan menyembunyikan apa yang ingin ia katakan.

            “ Kamu kenapa Ra? Aku dengar kamu nangis beberapa hari yang lalu. Apa itu karena masalah kita? Aku minta maaf Ra. Aku nggak maksud nyakitin kamu. “ 

            Pesan singkat dari Rian itu kembali mengingatkannya akan kejadian malam itu, ia memang menangis. Tapi tidak ada yang tahu sebab ia menangis.

            “ Udah,nggak perlu dibahas lagi,aku nggak kenapa-kenapa kok 

            Seakan tiada penyesalan bahwa ia telah menyakiti hati Rara, Rian tetap saja seperti kebiasaan dalam hari-harinya. Bahkan kali ini seakan menjauh dari Rara. Tiada lagi senyuman, sapaan, bahkan perbincangan lagi. Rara hanya tersenyum menghadapi semua ini, lagi-lagi berdiri di koridor untuk menikmati tetesan hujan yang jatuh ketangannya.

            “ Kamu ngapain sih Ra, aku heran. Kamu selalu berdiri disini dengan kegiatan yang sama, main hujan ! apa enaknya sih ra? “ Lagi-lagi Nanda menghampiri Rara.

            “ Kamu tahu Nda, aku kesepian. Orang yang aku sayang udah pergi untuk orang lain dan rela menyakitiku demi orang lain itu. Tanpa sadar aku telah terluka. Aku suka hujan Nda “ Lagi-lagi meninggalkan Nanda dengan senyuman manisnya itu. 

            “ Kamu ngomong apa sih Ra? Cerita dong !  Ra, tunggu ! “ Nanda berlari mengejar Rara yang diam-diam menangis lagi. Menahan perihnya. Nanda, Nanda akhirnya tahu semuanya. Tahu akan apa yang dialami dan dirasakan Rara,hanya Nanda. Hanya Nanda yang tahu.

***

            “Aku tahu Ra, dikoridor ini. Tepat setahun lalu aku menanyakan kenapa kamu suka disini. Hufff.. Semoga kamu tenang disana Ra, walaupun kita udah didunia yang beda. Aku tetap merasa kamu ada Ra, di koridor ini. Saat hujan seperti ini. Yaa ,sosok wanita hujan dengan sejuta rahasia hati yang ditahan sendiri. Rasa sakit yang ditahan sendiri, bertahan dengan senyuman walau penyakit itu terus sakiti kamu. Rara, wanita hujan ku. Sahabat terbaikku “ Lontar Nanda sambil menjulurkan tangannya kearah hujan.

            “ Nda, Rara kenapa? Ada apa dengan Rara? “ Tanpa disadari Rian telah berdiri untuk waktu yang lama di tempat itu,mendengar dan memperhatikan seluruh gerak-gerik Nanda.

            “ Ehh, Rian..Sejak kapan kamu disitu. Rara? Kamu dengar ucapanku?”

            “Iya, aku mau kamu cerita. Aku tahu kamu tahu semua tentang Rara .”

            “ Rara, dia sangat menyayangimu. Malam itu, dia juga ingin bilang kalau dia butuh kamu ada di sisa-sisa akhir hidupnya Ri. Penyakit itu. Tapi ,sudah lah.. kamu juga telah memilih untuk menyakitinya dan menambah sakitnya. Dia menyayangimu,bahkan sampai akhir ia bisa menyentuh tetesan hujan seperti ini. Dia suka hujan,karena kamu terus menghujani matanya . Tanpa pernah kamu menoleh lagi untuk tahu tentangnya. “ Jelas Nanda,lalu pergi meninggalan Rian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar